Lintas Tulisan - Maksudku, adakah di antara kita yang benar-benar menjalankan puasa secara islami sepenuhnya? Pada hakikatnya, puasa adalah “menahan diri”. Dengan kita berpuasa berulangkali, sekurang-kurangnya sebulan dalam setahun, sudahkah kita menahan diri sepenuhnya?
Berikut ini kupaparkan tiga kenyataan mengenai puasa kita yang perlu kita renungkan: Kita sering berpuasa. Akan tetapi, kita jarang menahan diri dari sikap membohongi diri sendiri. Betapa bangganya kita mengaku, “Aku seorang muslim. Aku berpuasa.” Padahal, kita hanya berislam secara lahiriah. Kita hanya berpuasa secara lahiriah. Kita hanya menahan diri dari makan/minum dan dari berhubungan seksual. Kita tidak menahan diri dari dosa-dosa batiniah. Padahal, yang tak terlihat (batiniah) itu lebih penting daripada yang terlihat (lahiriah), bukan?
Kita sering berpuasa. Akan tetapi, kita jarang menahan diri dari sikap mementingkan diri sendiri. Betapa bangganya kita mengoleksi “busana muslim” yang keren, apalagi menjelang hari raya, sementara banyak fakir-miskin yang busananya amat sederhana, usang, “ketinggalan jaman”, dsb. Lihat saja “busana muslim” yang dikenakan di acara-acara islami di televisi selama Ramadhan dan Hari Raya. Kebanyakan busana keren tersebut berharga ratusan ribu atau bahkan jutaan rupiah. Bandingkan dengan busana umat dari kalangan fakir-miskin yang kebanyakan busananya hanyalah pakaian bekas yang bila dijual cuma akan laku seharga sebungkus nasi tanpa lauk-pauk.
Kita sering berpuasa. Akan tetapi, kita jarang menahan diri dari sikap menganggap diri sendirilah yang tentu benar (sedangkan orang lain pasti salah). Lihatlah blog-blog dan forum-forum diskusi di internet. Begitu pula berbagai majelis taklim di sekitar kita. Orang yang mengkritik, mengecam, dan menghujat orang lain ternyata jauh lebih banyak daripada orang-orang yang meminta (apalagi menerima) masukan dari orang lain atau pun memuji-muji pendapat orang lain. Dengan kata lain, kita cenderung tergolong orang yang sulit menerima kebenaran dari orang lain.
Nah! Adakah puasa islami? Benarkah kita berpuasa secara islami sepenuhnya?
Barangkali engkau berkomentar, “Puasa sepenuhnya itu ‘kan idealnya. Kita gak mungkin sempurna dalam berpuasa. Kesempurnaan itu hanyalah milik Allah. Sekalipun demikian, kita harus selalu mengupayakan penyempurnaan puasa kita.”
Kalau kau berpikiran begitu, baguslah. Aku setuju. Selanjutnya, aku pun berharap pola-pikir seperti itu kita terapkan pula terhadap kasus-kasus lainnya. Kita mau istiqomah dan adil, bukan? Umpamanya:
Salat SMART merupakan gagasan ideal. Kita gak mungkin sempurna dalam bersalat. Kesempurnaan itu hanyalah milik Allah. Sekalipun demikian, kita harus selalu mengupayakan penyempurnaan salat kita.
Pacaran islami merupakan gagasan ideal. Kita gak mungkin sempurna dalam percintaan. Kesempurnaan itu hanyalah milik Allah. Sekalipun demikian, kita harus selalu mengupayakan penyempurnaan percintaan pranikah kita. Sumber: muhshodiq.wordpress.com
Berikut ini kupaparkan tiga kenyataan mengenai puasa kita yang perlu kita renungkan: Kita sering berpuasa. Akan tetapi, kita jarang menahan diri dari sikap membohongi diri sendiri. Betapa bangganya kita mengaku, “Aku seorang muslim. Aku berpuasa.” Padahal, kita hanya berislam secara lahiriah. Kita hanya berpuasa secara lahiriah. Kita hanya menahan diri dari makan/minum dan dari berhubungan seksual. Kita tidak menahan diri dari dosa-dosa batiniah. Padahal, yang tak terlihat (batiniah) itu lebih penting daripada yang terlihat (lahiriah), bukan?
Kita sering berpuasa. Akan tetapi, kita jarang menahan diri dari sikap mementingkan diri sendiri. Betapa bangganya kita mengoleksi “busana muslim” yang keren, apalagi menjelang hari raya, sementara banyak fakir-miskin yang busananya amat sederhana, usang, “ketinggalan jaman”, dsb. Lihat saja “busana muslim” yang dikenakan di acara-acara islami di televisi selama Ramadhan dan Hari Raya. Kebanyakan busana keren tersebut berharga ratusan ribu atau bahkan jutaan rupiah. Bandingkan dengan busana umat dari kalangan fakir-miskin yang kebanyakan busananya hanyalah pakaian bekas yang bila dijual cuma akan laku seharga sebungkus nasi tanpa lauk-pauk.
Nah! Adakah puasa islami? Benarkah kita berpuasa secara islami sepenuhnya?
Barangkali engkau berkomentar, “Puasa sepenuhnya itu ‘kan idealnya. Kita gak mungkin sempurna dalam berpuasa. Kesempurnaan itu hanyalah milik Allah. Sekalipun demikian, kita harus selalu mengupayakan penyempurnaan puasa kita.”
Kalau kau berpikiran begitu, baguslah. Aku setuju. Selanjutnya, aku pun berharap pola-pikir seperti itu kita terapkan pula terhadap kasus-kasus lainnya. Kita mau istiqomah dan adil, bukan? Umpamanya:
Salat SMART merupakan gagasan ideal. Kita gak mungkin sempurna dalam bersalat. Kesempurnaan itu hanyalah milik Allah. Sekalipun demikian, kita harus selalu mengupayakan penyempurnaan salat kita.
Pacaran islami merupakan gagasan ideal. Kita gak mungkin sempurna dalam percintaan. Kesempurnaan itu hanyalah milik Allah. Sekalipun demikian, kita harus selalu mengupayakan penyempurnaan percintaan pranikah kita. Sumber: muhshodiq.wordpress.com
0 komentar:
Post a Comment